MAKALAH
MULTIPLE
INTELEGENCES
DALAM PEMBELAJARAN
BERBANTUAN KOMPUTER
Di
susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Pendidikan
Oleh
kelompok 10 :
Nurcahyani
Karim
Email
: nurcahyanikarim@yahoo.co.id
Blog
: NurcahyaniKarim.blogspot.com
Rizal
yahya
Haryati
Batjo
Fahmi
Sasinggala
Jurusan/Prodi:
Tarbiyah/PAI 2
Dosen
Pembimbing :
Ahmad
Mustamir waris, M.Pd
STAIN
MANADO
2012-2013
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MANADO
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembelajaran
adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat
dipermudah pencapaiannya. Dalam setiap kegiatan pembelajaran terlebih dahulu
harus di rumuskan tujuan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran harus bersifat behavioral atau bertingkah laku yang
dapat di amati dan measurable atau
dapat diukur. Dapat diukur artinya dapat dengan tepat dinilai apakah
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada awal kegiatan
pembelajaran dapat dicapai atau belum. Di sinilah letak pentingnya strategi
pembelajaran, yaitu menentukan semua langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan,
sehingga dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Hal ini dapat
membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada
awal kegiatan pembelajaran.
Multiple Intelegences
(MI) lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang meletakkan dasar
kecerdasan seseorang pada Intelegences
Quotient (IQ) saja. Hal ini tentu saja bertentangan dengan konsep MI yang
membagi kecerdasan seseorang dalam beberapa hal.[1]
Pembelajaran Berbantuan Komputer
atau CAI (Computer Asisted Instructions) dapat diartikan sebuah media
pembelajaran yang menggunakan aplikasi komputer sebagai bagian integral dalam
sistem pembelajaran terhadap proses belajar dan mengajar. Sistem pembelajaran
ini bertujuan membantu siswa dalam pola interaksi dua arah melalui terminal
komputer. Serta diharapkan dapat belajar multi arah yang diperluas melalui
jaringan komputer (baik lokal maupun global) dan juga diperluas fungsinya
melalui interface (antar muka) multimedia.[2]
Media pembelajaran berbantuan
komputer yang khususnya belajar melalui Internet seringkali disebut “e-Learning”.
Pada masa-masa yang akan datang perkembangan pembelajaran berbantuan komputer
diharapkan dengan teknik-teknik yang lebih maju dengan menyediakan berbagai
alternatif pembelajaran melalui interface multimedia yang interaktif.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah di paparkan di atas, maka rumusan masalah yang di angkat dalam makalah
ini yaitu:
1. Bagaimana model pembelajaran
berbantuan komputer?
2. Apa teori multiple intellegences?
3. Bagaimana strategi pembelajaran multiple intellegences?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Model Pembelajaran Berbantuan
Komputer
Media pembelajaran berbasis computer atau biasa disebut pembelajaran berbantu
computer adalah salah satu media
pembelajaran yang sangat menarik dan
mampu meningkatkan motivasi belajar perserta didik. [3]Pengguna
computer sebagai media pembelajaran inter aktif dapat diwujudkan dalam berbagai
bentuk diantaranya program computer –assisted learning. (CAL), konferensi
computer, surat electronic mail(e-mail)
dan computer multimedia yang kemudian disebut multimedia pembelajaran
interaktif. Pembelajaran melalui CAI ini bersifat off-line sehingga dalam
penggunanya tidak tergantung pada adanya akses ke internet.
Program pembelajaran
berbantu computer ini memanfaatkan seluruh kemampuan computer, terdiri dari
gabungan hamper seluruh media, yaitu teks, grafis, gambar, foto, audio, video,
dan animasi. Seluruh media tersebut secara konvergen, akan saling mendukung dan
melebur menjadi satu media yang luar biasa kemampuanya. Salah satu unggulan
computer ini yang tidak dimiliki berbagai media
lain ialah kemampuan untuk menfasilitasi interaktifitas peserta didik dengan sumber belajar (content) yg ada pada computer.
Pembelajaran Berbantuan Komputer
dianggap mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, tetapi dalam pembelajaran
juga memerlukan seorang guru atau pengajar. Kerena peranan seorang guru tidak
dapat digantikan dengan media komputer atau media lain. Penelitian menunjukkan
pembelajaran dengan komputer dan guru lebih efektif dari pada pembelajaran yang
hanya menggunakan salah satu media pembelajaran. Pendapat ini telah dikemukan
oleh Wihardjo pada tahun 2008.[4]
Bruner mengklaim bahwa belajar
adalah sebuah proses aktif di mana pembelajar membangun gagasan-gagasan baru
berdasarkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini maka rancangan
instruksional disusun sehingga memungkinkan pembelajar membangun
prinsip-prinsip dan konsep kunci atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya
dan bergerak melampaui informasi yang telah diberikan kepadanya. Gagasan Bruner
ini, oleh karenanya menawarkan beberapa prinsip penting yang dapat digunakan
dalam mengembangkan rancangan instruksional, yaitu:
1. Rancangan instruksional harus
memperhatikan aspek pengalaman dan konteks yang dapat menarik minat dan
kemampuan belajar setiap pembelajar.
2. Rancangan instruksional harus terstruktur
sehingga mudah dicerna.
3. Rancangan instruksional harus
disusun sedemikian rupa sehingga dapat memfasilitasi proses ekstrapolasi (fill in the gaps).
Sementara itu, teori dari Carroll
menyarankan agar para perancang meminimalkan materi pembelajaran mengingat
materi yang exhausted akan menghambat
proses belajar. Oleh karenanya, perancang diminta untuk memberikan perhatiannya
pada perancang aktivitas yang mendukung aktivitas langsung para pembelajar.
Dalam menerapkan teori, maka perancang untuk memperhatikan beberapa kriteria,
yaitu :
1. Membiarkan pembelajar memulai proses
belajarnya dengan mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
2. Menimbulkan tugas-tugas membaca atau
bentuk aktivitas pasif lainnya dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin
kepada pembelajar untuk melakukan proses ekstrapolasi.
3. Membuat seluruh aktivitas belajar
bersifat self-contained dan tidak
terikat atau bebas dari prinsip-prinsip sekuensial.
Gardner dan para peneliti ilmu
kognitif beranggapan bahwa kecerdasan seseorang tidaklah tetap (fixed) secara genetic melainkan dapat
ditingkatkan secara signifikan melalui sebuah lingkungan belajar yang bersifat
atentif, penuh stimulan dan menantang. Model Gardner tentang kecerdasan jamak
telah memberikan dampak dalam proses belajar-mengajar dan khususnya pada
pengembangan kurikulum di Amerika.[5]
Salah
satu penelitian doktoral telah berhasil memperlihatkan bahwa teori Gardner tentang kecerdasan jamak dapat
digunakan untuk mengakomodasi learning
preferences setiap individu pembelajar dalam lingkungan pembelajar
berbantuan komputer (web based learning).
Melalui teknologi hypermedia dan
internet serta pendekatan multiple
representation, pilihan-pilihan preferensi pembelajar dalam belajar dapat
disediakan oleh komputer.
B.
Teori Multiple Intellegences (kecerdasan jamak)
Multiple
Intelegences (MI) lahir sebagai koreksi terhadap
konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfred Binet, yang meletakkan dasar
kecerdasan seseorang pada Intelegences
Quotient (IQ) saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangannya, Binet
menempatkan kecerdasan seseorang dalam rentang skala tertentu yang
menitikberatkan pada kemampuan berbahasa dan logika semata. Dengan kata lain,
apabila seseorang pandai dalam bahasa dan logika, maka ia pasti memiliki IQ
yang tinggi. Tes yang dikembangkan oleh Binet ini, menurut Gardner belum
mengukur kecerdasan seseorang sepenuhnya, sebab tes IQ Binet baru mewakili
sebagian kecerdasan yang ada yaitu, kecerdasan linguistik, matematis-logis, dan
spasial saja. Sementara MI Garndner ada 8 yaitu, kecerdasan linguistik,
matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal,
intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Secara garis besar karakteristik
dari masing-masing kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :[6]
1. Kecerdasan
Linguistik, kemampuan menggunakan kata secara
efektif, baik lisan maupun tertulis. Selain itu, kecerdasan ini juga meliputi
kemampuan memanipulasi struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik
atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa, menemonik
atau hafalan, eksplanasi dan metabahasa.
2. Kecerdasan
Matematis-Logis, kemampuan menggunakan angka dengan baik
dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan pada
pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logika dan
kemampuan-kemampuan abstraksi lainnya.
3. Kecerdasan
Spasial, kemampuan mengekspresikan dunia
spasial-visual secara akurat, dan kemampuan mentransformasikan persepsi dunia
spasial-visual tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu kecerdasan ini juga meliputi kepekaan
terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur.
4. Kecerdasan
Kinestetik-Jasmani, keahlian menggunakan seluruh tubuh
untuk mengekspresikan ide dan perasaan, keterampilan menggunakan tangan untuk
menciptakan sesuatu dan kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti :
keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, dan hal-hal yang berkaitan
dengan sentuhan.
5. Kecerdasan
Musikal, kemampuan mengapresiasi berbagai bentuk
musical, membedakan, mengubah, dan mengekspresikannya. Kecerasan ini juga
meliputi kepekaan terhadap irama, pola nada atau melodi, dan warna nada atau
warna suara lagu.
6. Kecerdasan
Interpersonal, kemampuan memersepsi dan membedakan
suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini juga
meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, gerak isyarat, kemampuan membedakan
berbagai macam tanda interpersonal, dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
melalukan sesuatu.[7]
7. Kecerdasan
Intrapersonal, kemampuan memahami diri sendiri dan
bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Selain itu, kecerdasan ini juga
meliputi kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen, keinginan,
berdisiplin diri, dan kemampuan menghargai diri.
8. Kecerdasan
Naturalis,
keahlian
mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar.
Kecerdasan ini juga meliputi epekaan terhaap fenomena-fenomena alam lainnya,
dan kemampuan membedakan benda-benda tak hidup dan benda-benda hidup lainnya.
Selanjutnya
Gardner menyatakan bahwa kecerasan merupakan kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan
produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan buday masyarakat.
Menurutnya, pandangan tentang kecerasan harus mengakui bahwa setiap orang
mempunyai kekuatan pemahaman berbeda dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang
mempunyai kekuatan berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Titik tekan teori
kecerdasan jamak adalah pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk
menciptakan suatu produk atau karya. Secara lebih rinci, Gardner menyatakan
bahwa kecerdasan merupaan :
v Kemampuan
untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau menyumbangkan pelayanan yang
bernilai dalam suatu budaya.
v Sebuah
perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam
memecahkan permasalahan dalam hidupnya.
v Potensi
untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang melibatkan penggunaan
pemahaman baru.
C.
Strategi
Pembelajaran Multiple Intellegences (MI)
Strategi Pembelajaran Multiple Intellegences pada hakikatnya
adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan mejemuk yang dimiliki setiap individu
(siswa) untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum.
Straregi pembelajaran MI pada
praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal
mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal
yang ditentukan oleh lembaga atau seolah. Dengan demikian penggunaan strategi
pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa
yang menggunakannya. [8]
Ada dua tahapan yang harus
dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran MI agar mendapatkan hasil yang
optimal, yaitu :
1.
Memberdayakan
semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran
Memberdayakan
semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran adalah ibarat meng-input informasi melalui delapan ke dalam
otak memori siswa. Bila Bloom dengan teorinya menekankan pada tiga jalur
dominan yang ada, yaitu : kognitif, efektif, dan psikomotorik, maka Gardner
menekankan pada delapan kecerdasan yang dimiliki setiap siswa, yaitu :
kecerdasan linguistik, metematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musical,
interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Secara
empirik untuk menerapkan strategi pembelajaran MI dapat dimulai dengan
melakukan reposisi pada kurikulum yang ada sekarang, baik itu kurikulum 1994
yang disempurnakan, maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini dapat
dilakukan dengan cara mengubah Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang ada
menjadi kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian setiap TIK atau pokok
bahasan dituntut untuk memberdayakan semua atau sebahagian besar jenis
kecerdasan yang ada.
Sebagai
contoh, mata pelajaran bahasa yang sominan dengan kecerdasan linguistik,
TIK-nya berbunyi “Siswa dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di
depan kelas”. Bila siswa melakukan semua itu dengan benar, kecerdasan yang
terlibat akan meliputi : kecerdasan Linguistik, Matematis-logis, Spasial
terbatas, Kinestetik-jasmani saja. Akan tetapi bila TIK-nya diubah menjadi “Siswa
dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di halaman sekolah atau pada
acara tertentu atau di depan publik”, maka kecerdasan yang terlibat akan lebih
banyak, yaitu : kecerdasan Linguistik, Matematis-logis, Spasial,
Kinestetik-jasmani, Musikal, Interpersonal, Intrapersonal, dan Naturalis.
Dengan demikian kadar belajar yang diperoleh siswa akan jauh lebih tinggi di
bandingkan bila ia hanya membacakan puisinya di depan kelas.
2.
Mengoptimalkan
pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan kecerdasan yang menonjol pada
msing-masing siswa
Tahap kedua ini ditempuh apabila
secara faktual guru telah mengidentifikasikan kecerdasan yang menonjol pada masing-masing
siswa.[9]
Dalam penerapan tahap kedua ini
strategi pembelajaran yang digunakan lebih bersifat personal atau individual.
Siswa yang memiliki kecerdasan linguistik misalnya, akan dioptimalkan
pencapaian hasil belajarnya pada mata pelajaran bahasa dan sastra. Sedangkan
mereka yang mempunyai keceerdasan matematis-logis misalnya, akan diarahkan pada
pencapaian hasil belajar. Matematikanya seoptimal mungkin melalui pemberian
pelayanan individu dan akses ke berbagai kesempatan yang memungkinkan
kecerdasan matematikanya terus berkembang. Bagi mereka yang memiliki kecerdasa
spasial belajar dengan menggunakan media visual atau peta konsep tentu akan
sangat membantu mereka mencapai kesempurnaan belajarnya. Akan tetapi, bagi
mereka yang memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani sangatlah tersiksa bila ia
dipaksa untuk duduk manis di dalam kelas. Mereka yang memiliki kecerdasan
kinestetik-jasmani akan menghasilkan sesuatu secara optimal, bila mereka
diizinkan belajar dengan melakukan gerakan-gerakan tertentu. Sedangkan belajar
dengan alunan musik tentu sangat menyenangkan bagi mereka yang memiliki
kecerdasan musikal. Musik-musik klasik sangat dianjurkan sebagai musik pengiring bagi mereka yang
memiliki kecerdasan musikal ini. Dengan musik mereka akan menghasilkan sesuatu
yang optimal dalam belajarnya. Lain pula halnya dengan mereka yang memiliki
kecerdasan interpersonal. Melakukan interaksi sosial adalah pilihan yang tepat
bagi mereka yang memiliki kecerdasan interpersonal ini. Sedangkan bagi mereka
yang memiliki kecerdasan intrapersonal tentulah sangat berterima kasih bila
diizinkan belajar secara individual di tempat yang agak sepi, atau mengerjakan
proyek individual.untuk siswa yang memiliki kecerdasan naturalis akan efektif
bila diarahkan pada pencapaian hasil belajar yang optimal untuk mata pelajaran
IPA atau Biologi. Belajar di luar kelas (out
door) merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka yang memiliki
kecerdasan naturalis ini.[10]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
pembelajaran yang berbantuan komputer baik yang bersifat mandiri maupun
berbasis web, rancangan instruksional haruslah dikembangkan atas dasar
pemahaman bagaimana proses belajar terjadi pada diri setiap individu. Dengan
adanya pergeseran paradigma belajar yang semula bersifat teacher-centred menjadi learner-centred
maka pengembangan strategi pembelajaran memperhitungkan karakteristik awal
pembelajar dan learning preferences
yang dimiliki setiap pembelajar. Penggunaan komputer dalam pembelajaran
bukanlah dimaksudkan untuk menciptakan mesin-mesin yang mampu mengajar
melainkan dimaksudkan untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang lebih
produktif. [11]
Dengan menggabungkan pembelajaran berbantuan
komputer (advance organizer) dengan
kecerdasan jamak diharapkan bahwa pembelajaran akan mampu menciptakan
lingkungan belajar yang bersifat adaptif baik terhadap tingkat pemahaman awal
dan maupun terhadap preferensi belajar setiap pembelajar. Melalui lingkungan
belajar yang adaptif ini, proses belajar memang belum menjadi efisien dan bersifat individualized tetapi belum menjamin dapat meningkatkan retensi
pembelajar. Retensi pembelajar dapat ditingkatkan bila digunakan strategi
pembelajaran yang mempertimbangkan bagaimana proses belajar terjadi pada
individu.
DAFTAR
PUSTAKA
Arsyad,
Azhar, Media pembelajaran, Cet. V (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
2003)
http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag. 1, Diposkan oleh Ari Dayat, Pembelajaran Berbantuan Komputer (Diakses
pada 10-April-2013), pukul 17.50
Idris,
Husni, Teknologi Pendidikan (2010)
Rusman,
Belajar Dan Pelajaran Berbasis Komputer, Cet.
I (CV Alfa Beta, 2012)
Salma,
Dewi PrawiraDilaga Evilena Siregar, Teknologi
Pendidikan , Cet. III (Jakarta : Kencana, 2008)
Warsita,
Bambang, Teknologi pendidikan, cet. I
(Jakarta: Rineka cipta 2008)
[1]
Dewi Salma PrawiraDilaga
Evilena Siregar, Teknologi Pendidikan ,
Cet. III (Jakarta : Kencana, 2008) , h. 61
[2]
Di ambil
dari : http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag.
1, Diposkan oleh Ari Dayat, Pembelajaran Berbantuan Komputer (Diakses pada 10-April-2013), pukul 17.30
[4]
Di ambil dari : http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag.
1, Diposkan oleh Ari Dayat, Pembelajaran Berbantuan
Komputer (Diakses
pada 10-April-2013), pukul 17.50
[5]
Esensi dari konsep
kecerdasan jamak ini adalah transformasi dari tradisional IQ - linear ranking of individuals on a single
scale of abilities ke dalam potret multidimensi yang lebih rumit yang
menggambarkan kekuatan dan kelemahan setiap individu.
[6]
Bambang Warsita, Teknologi pendidikan, cet. I (Jakarta:
Rineka cipta 2008) , h. 137
[7]
Azhar Arsyad, Media pembelajaran, Cet. V (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
2003), h. 5
[8]
Husni Idris, Teknologi Pendidikan, (2010), h. 134-136
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking