Dinsdag 07 Mei 2013


MAKALAH
MULTIPLE INTELEGENCES DALAM PEMBELAJARAN 
BERBANTUAN KOMPUTER
Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Teknologi Pendidikan
Oleh kelompok 10 :
Nurcahyani Karim
Email : nurcahyanikarim@yahoo.co.id
Blog : NurcahyaniKarim.blogspot.com
Rizal yahya
Haryati Batjo
Fahmi Sasinggala

Jurusan/Prodi: Tarbiyah/PAI 2

Dosen Pembimbing :
Ahmad Mustamir waris, M.Pd
STAIN MANADO
2012-2013




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
MANADO TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembelajaran adalah upaya menciptakan kondisi dengan sengaja agar tujuan pembelajaran dapat dipermudah pencapaiannya. Dalam setiap kegiatan pembelajaran terlebih dahulu harus di rumuskan tujuan pembelajarannya. Tujuan pembelajaran harus bersifat behavioral atau bertingkah laku yang dapat di amati dan measurable atau dapat diukur. Dapat diukur artinya dapat dengan tepat dinilai apakah tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada awal kegiatan pembelajaran dapat dicapai atau belum. Di sinilah letak pentingnya strategi pembelajaran, yaitu menentukan semua langkah dan kegiatan yang perlu dilakukan, sehingga dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Hal ini dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pada awal kegiatan pembelajaran.
Multiple Intelegences (MI) lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang pada Intelegences Quotient (IQ) saja. Hal ini tentu saja bertentangan dengan konsep MI yang membagi kecerdasan seseorang dalam beberapa hal.[1]
Pembelajaran Berbantuan Komputer atau CAI (Computer Asisted Instructions) dapat diartikan sebuah media pembelajaran yang menggunakan aplikasi komputer sebagai bagian integral dalam sistem pembelajaran terhadap proses belajar dan mengajar. Sistem pembelajaran ini bertujuan membantu siswa dalam pola interaksi dua arah melalui terminal komputer. Serta diharapkan dapat belajar multi arah yang diperluas melalui jaringan komputer (baik lokal maupun global) dan juga diperluas fungsinya melalui interface (antar muka) multimedia.[2]
Media pembelajaran berbantuan komputer yang khususnya belajar melalui Internet seringkali disebut “e-Learning”. Pada masa-masa yang akan datang perkembangan pembelajaran berbantuan komputer diharapkan dengan teknik-teknik yang lebih maju dengan menyediakan berbagai alternatif pembelajaran melalui interface multimedia yang interaktif.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka rumusan masalah yang di angkat dalam makalah ini yaitu:
1.      Bagaimana model pembelajaran berbantuan komputer?
2.      Apa teori multiple intellegences?
3.      Bagaimana strategi pembelajaran multiple intellegences?












BAB II
PEMBAHASAN

A.    Model Pembelajaran Berbantuan Komputer
Media pembelajaran berbasis computer  atau biasa disebut pembelajaran berbantu computer  adalah salah satu media pembelajaran yang sangat  menarik dan mampu meningkatkan motivasi belajar perserta didik. [3]Pengguna computer sebagai media pembelajaran inter aktif dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya program computer –assisted learning. (CAL), konferensi computer, surat  electronic mail(e-mail) dan computer multimedia yang kemudian disebut multimedia pembelajaran interaktif. Pembelajaran melalui CAI ini bersifat off-line sehingga dalam penggunanya tidak tergantung pada adanya akses ke internet.
                Program pembelajaran berbantu computer ini memanfaatkan seluruh kemampuan computer, terdiri dari gabungan hamper seluruh media, yaitu teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi. Seluruh media tersebut secara konvergen, akan saling mendukung dan melebur menjadi satu media yang luar biasa kemampuanya. Salah satu unggulan computer ini yang tidak dimiliki berbagai media  lain ialah  kemampuan untuk menfasilitasi  interaktifitas peserta didik  dengan sumber belajar (content)  yg ada pada computer.
Pembelajaran Berbantuan Komputer dianggap mampu meningkatkan prestasi belajar siswa, tetapi dalam pembelajaran juga memerlukan seorang guru atau pengajar. Kerena peranan seorang guru tidak dapat digantikan dengan media komputer atau media lain. Penelitian menunjukkan pembelajaran dengan komputer dan guru lebih efektif dari pada pembelajaran yang hanya menggunakan salah satu media pembelajaran. Pendapat ini telah dikemukan oleh Wihardjo pada tahun 2008.[4]
Bruner mengklaim bahwa belajar adalah sebuah proses aktif di mana pembelajar membangun gagasan-gagasan baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Dalam hal ini maka rancangan instruksional disusun sehingga memungkinkan pembelajar membangun prinsip-prinsip dan konsep kunci atas dasar pengetahuan yang telah dimilikinya dan bergerak melampaui informasi yang telah diberikan kepadanya. Gagasan Bruner ini, oleh karenanya menawarkan beberapa prinsip penting yang dapat digunakan dalam mengembangkan rancangan instruksional, yaitu:
1.       Rancangan instruksional harus memperhatikan aspek pengalaman dan konteks yang dapat menarik minat dan kemampuan belajar setiap pembelajar.
2.       Rancangan instruksional harus terstruktur sehingga mudah dicerna.
3.       Rancangan instruksional harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat memfasilitasi proses ekstrapolasi (fill in the gaps).

Sementara itu, teori dari Carroll menyarankan agar para perancang meminimalkan materi pembelajaran mengingat materi yang exhausted akan menghambat proses belajar. Oleh karenanya, perancang diminta untuk memberikan perhatiannya pada perancang aktivitas yang mendukung aktivitas langsung para pembelajar. Dalam menerapkan teori, maka perancang untuk memperhatikan beberapa kriteria, yaitu :
1.       Membiarkan pembelajar memulai proses belajarnya dengan mengerjakan tugas-tugas yang bermakna.
2.       Menimbulkan tugas-tugas membaca atau bentuk aktivitas pasif lainnya dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada pembelajar untuk melakukan proses ekstrapolasi.
3.       Membuat seluruh aktivitas belajar bersifat self-contained dan tidak terikat atau bebas dari prinsip-prinsip sekuensial.

Gardner dan para peneliti ilmu kognitif beranggapan bahwa kecerdasan seseorang tidaklah tetap (fixed) secara genetic melainkan dapat ditingkatkan secara signifikan melalui sebuah lingkungan belajar yang bersifat atentif, penuh stimulan dan menantang. Model Gardner tentang kecerdasan jamak telah memberikan dampak dalam proses belajar-mengajar dan khususnya pada pengembangan kurikulum di Amerika.[5]
Salah satu penelitian doktoral telah berhasil memperlihatkan bahwa teori Gardner tentang kecerdasan jamak dapat digunakan untuk mengakomodasi learning preferences setiap individu pembelajar dalam lingkungan pembelajar berbantuan komputer (web based learning). Melalui teknologi hypermedia dan internet serta pendekatan multiple representation, pilihan-pilihan preferensi pembelajar dalam belajar dapat disediakan oleh komputer.

B.     Teori Multiple Intellegences (kecerdasan jamak)
Multiple Intelegences (MI) lahir sebagai koreksi terhadap konsep kecerdasan yang dikembangkan oleh Alfred Binet, yang meletakkan dasar kecerdasan seseorang pada Intelegences Quotient (IQ) saja. Berdasarkan tes IQ yang dikembangannya, Binet menempatkan kecerdasan seseorang dalam rentang skala tertentu yang menitikberatkan pada kemampuan berbahasa dan logika semata. Dengan kata lain, apabila seseorang pandai dalam bahasa dan logika, maka ia pasti memiliki IQ yang tinggi. Tes yang dikembangkan oleh Binet ini, menurut Gardner belum mengukur kecerdasan seseorang sepenuhnya, sebab tes IQ Binet baru mewakili sebagian kecerdasan yang ada yaitu, kecerdasan linguistik, matematis-logis, dan spasial saja. Sementara MI Garndner ada 8 yaitu, kecerdasan linguistik, matematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Secara garis besar karakteristik dari masing-masing kecerdasan tersebut adalah sebagai berikut :[6]
1.       Kecerdasan Linguistik, kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Selain itu, kecerdasan ini juga meliputi kemampuan memanipulasi struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa, menemonik atau hafalan, eksplanasi dan metabahasa.
2.       Kecerdasan Matematis-Logis, kemampuan menggunakan angka dengan baik dan melakukan penalaran yang benar. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil, fungsi logika dan kemampuan-kemampuan abstraksi lainnya.
3.       Kecerdasan Spasial, kemampuan mengekspresikan dunia spasial-visual secara akurat, dan kemampuan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut dalam berbagai aspek kehidupan. Selain  itu kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar unsur.
4.       Kecerdasan Kinestetik-Jasmani, keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan, keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan sesuatu dan kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti : keseimbangan, kekuatan, kelenturan, kecepatan, dan hal-hal yang berkaitan dengan sentuhan.
5.       Kecerdasan Musikal, kemampuan mengapresiasi berbagai bentuk musical, membedakan, mengubah, dan mengekspresikannya. Kecerasan ini juga meliputi kepekaan terhadap irama, pola nada atau melodi, dan warna nada atau warna suara lagu.
6.       Kecerdasan Interpersonal, kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini juga meliputi kepekaan terhadap ekspresi wajah, gerak isyarat, kemampuan membedakan berbagai macam tanda interpersonal, dan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melalukan sesuatu.[7]
7.       Kecerdasan Intrapersonal, kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Selain itu, kecerdasan ini juga meliputi kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, tempramen, keinginan, berdisiplin diri, dan kemampuan menghargai diri.
8.       Kecerdasan Naturalis, keahlian mengenali dan mengategorikan spesies flora dan fauna di lingkungan sekitar. Kecerdasan ini juga meliputi epekaan terhaap fenomena-fenomena alam lainnya, dan kemampuan membedakan benda-benda tak hidup dan benda-benda hidup lainnya.
Selanjutnya Gardner menyatakan bahwa kecerasan merupakan kemampuan  untuk menyelesaikan masalah, menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan buday masyarakat. Menurutnya, pandangan tentang kecerasan harus mengakui bahwa setiap orang mempunyai kekuatan pemahaman berbeda dan berdiri sendiri, menerima bahwa orang mempunyai kekuatan berbeda dan gaya pemahaman yang kontras. Titik tekan teori kecerdasan jamak adalah pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau karya. Secara lebih rinci, Gardner menyatakan bahwa kecerdasan merupaan :
v  Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya.
v  Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya.
v  Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang melibatkan penggunaan pemahaman baru.

C.     Strategi Pembelajaran Multiple Intellegences (MI)
Strategi Pembelajaran Multiple Intellegences pada hakikatnya adalah upaya mengoptimalkan kecerdasan mejemuk yang dimiliki setiap individu (siswa) untuk mencapai kompetensi tertentu yang dituntut oleh sebuah kurikulum.
Straregi pembelajaran MI pada praktiknya adalah memacu kecerdasan yang menonjol pada diri siswa seoptimal mungkin, dan berupaya mempertahankan kecerdasan lainnya pada standar minimal yang ditentukan oleh lembaga atau seolah. Dengan demikian penggunaan strategi pembelajaran MI tetap berada pada posisi yang selalu menguntungkan bagi siswa yang menggunakannya. [8]
Ada dua tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran MI agar mendapatkan hasil yang optimal, yaitu :
1.       Memberdayakan semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran
Memberdayakan semua jenis kecerdasan pada setiap mata pelajaran adalah ibarat meng-input informasi melalui delapan ke dalam otak memori siswa. Bila Bloom dengan teorinya menekankan pada tiga jalur dominan yang ada, yaitu : kognitif, efektif, dan psikomotorik, maka Gardner menekankan pada delapan kecerdasan yang dimiliki setiap siswa, yaitu : kecerdasan linguistik, metematis-logis, spasial, kinestetik-jasmani, musical, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Secara empirik untuk menerapkan strategi pembelajaran MI dapat dimulai dengan melakukan reposisi pada kurikulum yang ada sekarang, baik itu kurikulum 1994 yang disempurnakan, maupun Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengubah Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang ada menjadi kompetensi yang diharapkan. Dengan demikian setiap TIK atau pokok bahasan dituntut untuk memberdayakan semua atau sebahagian besar jenis kecerdasan yang ada.
Sebagai contoh, mata pelajaran bahasa yang sominan dengan kecerdasan linguistik, TIK-nya berbunyi “Siswa dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di depan kelas”. Bila siswa melakukan semua itu dengan benar, kecerdasan yang terlibat akan meliputi : kecerdasan Linguistik, Matematis-logis, Spasial terbatas, Kinestetik-jasmani saja. Akan tetapi bila TIK-nya diubah menjadi “Siswa dapat membacakan puisi dengan intonasi yang benar di halaman sekolah atau pada acara tertentu atau di depan publik”, maka kecerdasan yang terlibat akan lebih banyak, yaitu : kecerdasan Linguistik, Matematis-logis, Spasial, Kinestetik-jasmani, Musikal, Interpersonal, Intrapersonal, dan Naturalis. Dengan demikian kadar belajar yang diperoleh siswa akan jauh lebih tinggi di bandingkan bila ia hanya membacakan puisinya di depan kelas.

2.         Mengoptimalkan pencapaian mata pelajaran tertentu berdasarkan kecerdasan yang menonjol pada msing-masing siswa
Tahap kedua ini ditempuh apabila secara faktual guru telah mengidentifikasikan kecerdasan yang menonjol pada masing-masing siswa.[9]
Dalam penerapan tahap kedua ini strategi pembelajaran yang digunakan lebih bersifat personal atau individual. Siswa yang memiliki kecerdasan linguistik misalnya, akan dioptimalkan pencapaian hasil belajarnya pada mata pelajaran bahasa dan sastra. Sedangkan mereka yang mempunyai keceerdasan matematis-logis misalnya, akan diarahkan pada pencapaian hasil belajar. Matematikanya seoptimal mungkin melalui pemberian pelayanan individu dan akses ke berbagai kesempatan yang memungkinkan kecerdasan matematikanya terus berkembang. Bagi mereka yang memiliki kecerdasa spasial belajar dengan menggunakan media visual atau peta konsep tentu akan sangat membantu mereka mencapai kesempurnaan belajarnya. Akan tetapi, bagi mereka yang memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani sangatlah tersiksa bila ia dipaksa untuk duduk manis di dalam kelas. Mereka yang memiliki kecerdasan kinestetik-jasmani akan menghasilkan sesuatu secara optimal, bila mereka diizinkan belajar dengan melakukan gerakan-gerakan tertentu. Sedangkan belajar dengan alunan musik tentu sangat menyenangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan musikal. Musik-musik klasik sangat dianjurkan  sebagai musik pengiring bagi mereka yang memiliki kecerdasan musikal ini. Dengan musik mereka akan menghasilkan sesuatu yang optimal dalam belajarnya. Lain pula halnya dengan mereka yang memiliki kecerdasan interpersonal. Melakukan interaksi sosial adalah pilihan yang tepat bagi mereka yang memiliki kecerdasan interpersonal ini. Sedangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan intrapersonal tentulah sangat berterima kasih bila diizinkan belajar secara individual di tempat yang agak sepi, atau mengerjakan proyek individual.untuk siswa yang memiliki kecerdasan naturalis akan efektif bila diarahkan pada pencapaian hasil belajar yang optimal untuk mata pelajaran IPA atau Biologi. Belajar di luar kelas (out door) merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi mereka yang memiliki kecerdasan naturalis ini.[10]


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam pembelajaran yang berbantuan komputer baik yang bersifat mandiri maupun berbasis web, rancangan instruksional haruslah dikembangkan atas dasar pemahaman bagaimana proses belajar terjadi pada diri setiap individu. Dengan adanya pergeseran paradigma belajar yang semula bersifat teacher-centred menjadi learner-centred maka pengembangan strategi pembelajaran memperhitungkan karakteristik awal pembelajar dan learning preferences yang dimiliki setiap pembelajar. Penggunaan komputer dalam pembelajaran bukanlah dimaksudkan untuk menciptakan mesin-mesin yang mampu mengajar melainkan dimaksudkan untuk menciptakan sebuah lingkungan belajar yang lebih produktif. [11]
Dengan menggabungkan pembelajaran berbantuan komputer (advance organizer) dengan kecerdasan jamak diharapkan bahwa pembelajaran akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang bersifat adaptif baik terhadap tingkat pemahaman awal dan maupun terhadap preferensi belajar setiap pembelajar. Melalui lingkungan belajar yang adaptif ini, proses belajar memang belum menjadi efisien  dan bersifat individualized tetapi belum menjamin dapat meningkatkan retensi pembelajar. Retensi pembelajar dapat ditingkatkan bila digunakan strategi pembelajaran yang mempertimbangkan bagaimana proses belajar terjadi pada individu.


DAFTAR PUSTAKA


Arsyad, Azhar, Media pembelajaran, Cet. V (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2003)

http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag. 1, Diposkan oleh Ari Dayat, Pembelajaran Berbantuan Komputer  (Diakses pada 10-April-2013), pukul 17.50

Idris, Husni, Teknologi Pendidikan  (2010)

Rusman, Belajar Dan Pelajaran Berbasis Komputer, Cet. I (CV Alfa Beta, 2012)

Salma, Dewi PrawiraDilaga Evilena Siregar, Teknologi Pendidikan , Cet. III  (Jakarta : Kencana, 2008)

Warsita, Bambang, Teknologi pendidikan, cet. I (Jakarta: Rineka cipta 2008)



[1] Dewi Salma PrawiraDilaga Evilena Siregar, Teknologi Pendidikan , Cet. III  (Jakarta : Kencana, 2008) , h. 61
[2] Di ambil dari : http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag. 1, Diposkan oleh Ari Dayat,   Pembelajaran Berbantuan Komputer  (Diakses pada 10-April-2013), pukul 17.30

[3] Rusman, Belajar Dan Pelajaran Berbasis Komputer, Cet. I (CV Alfa Beta, 2012) h. 127.  
[4] Di ambil dari : http://PembelajaranBerbantuanKomputerBag. 1, Diposkan oleh Ari Dayat,   Pembelajaran Berbantuan Komputer  (Diakses pada 10-April-2013), pukul 17.50
[5] Esensi dari konsep kecerdasan jamak ini adalah transformasi dari tradisional IQ - linear ranking of individuals on a single scale of abilities ke dalam potret multidimensi yang lebih rumit yang menggambarkan kekuatan dan kelemahan setiap individu.
[6] Bambang Warsita, Teknologi pendidikan, cet. I (Jakarta: Rineka cipta 2008) , h. 137

[7] Azhar Arsyad, Media pembelajaran, Cet. V (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2003),  h. 5
[8] Husni Idris, Teknologi Pendidikan, (2010), h. 134-136
[9] Ibid, h. 137
[10] Ibid, h. 138
[11] Ibid, h. 139

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking